Taman Raflesia di Alun-alun Ciamis - Simbol transformasi ruang publik yang memicu perdebatan identitas kultural masyarakat Galuh
Sejarah Ciamis: Transformasi Alun-alun Ciamis tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang Kerajaan Galuh di Ciamis yang menjadi akar identitas budaya masyarakat Kabupaten Ciamis.
Dari Pasar Rakyat ke Taman Raflesia yang Ikonik
🏪 Era 1980-an
Fungsi: Pasar tradisional pusat aktivitas ekonomi
Suasana: Ramai dengan jajanan khas Jawa Barat
Karakter: Pusat interaksi sosial warga
🔄 Era Transformasi
Inisiator: Bupati Taufik Hidayat
Perubahan: Pemindahan pasar ke Terminal Ciamis
Hasil: Pembangunan Taman Raflesia
Alun-alun Ciamis bukan sekadar ruang publik; ia adalah saksi bisu perjalanan sejarah Kabupaten Ciamis. Pada era 1980-an, kawasan ini masih berfungsi sebagai pasar tradisional yang menjadi pusat aktivitas ekonomi warga. Suasana ramai, tawa anak-anak, dan aroma jajanan khas Jawa Barat masih lekat dalam ingatan warga yang tumbuh besar di masa itu.
Namun, perubahan besar dimulai ketika pemerintahan Bupati Taufik Hidayat memindahkan pasar ke dekat Terminal Ciamis. Langkah ini menjadi bagian dari rencana penataan kota yang lebih luas, termasuk pembangunan Stadion Galuh dan jalur Lingkar Selatan. Sebagai pengganti ruang komersial lama, pemerintah membangun taman yang diberi nama Taman Raflesia—sebuah upaya estetika sekaligus simbolik.
Kontroversi Nama dan Filosofi Taman Raflesia
❓ Sumber Kontroversi
- Kesalahan Eja: "Raflesia" vs "Rafflesia" ilmiah
- Filosofi: Bunga bangkai dengan aroma busuk sebagai ikon
- Relevansi: Tidak merepresentasikan jiwa Galuh
- Lokasi: Bunga Rafflesia dari Pangandaran, bukan Ciamis
Taman Raflesia, meskipun cantik secara visual, justru memantik perdebatan identitas di kalangan budayawan lokal. Nama "Raflesia" sendiri dipilih untuk menghormati bunga langka Rafflesia arnoldii yang pernah ditemukan di Pangandaran, kawasan yang saat itu masih termasuk wilayah Ciamis. Sayangnya, penamaan taman tersebut menggunakan satu huruf "f", yang berbeda dari ejaan ilmiah "Rafflesia", memicu kritik dari sejumlah pihak.
Lebih jauh, sebagian masyarakat mempertanyakan apakah bunga bangkai yang identik dengan aroma busuk pantas dijadikan ikon daerah. Seniman dan budayawan Ciamis seperti Godi Suwarna menyampaikan kegelisahan kolektif ini.
"Taman Raflesia tidak merepresentasikan jiwa Galuh yang agung, yang kaya akan nilai-nilai sejarah dan kearifan lokal. Kami mengusulkan agar nama taman diganti menjadi 'Maya Datar' atau menggunakan ikon Kujang dan Prasasti Astana Gede yang lebih merefleksikan sejarah Kerajaan Galuh."
Usulan Pergantian Simbol: Antara Ideal dan Realita
💡 Usulan Alternatif Nama
- Maya Datar - Nama lokal yang filosofis
- Taman Galuh - Mengangkat identitas kerajaan
- Alun-alun Kujang - Menggunakan simbol tradisional
- Taman Astana Gede - Merujuk situs bersejarah
Walau kritik mengemuka sejak lama, pergantian nama Taman Raflesia belum juga terwujud. Pada revitalisasi tahun 2018, sejumlah tokoh budaya sudah menyuarakan aspirasi tersebut kepada pemerintah daerah. Sayangnya, belum ada anggaran yang dialokasikan untuk mengganti tugu atau papan nama yang sudah berdiri.
Alhasil, Taman Raflesia tetap berdiri di tengah Alun-alun Ciamis, meskipun statusnya kini seakan menjadi simbol transisi identitas. Pemerintah tampaknya bersikap hati-hati dalam menanggapi desakan perubahan tersebut, karena di satu sisi mereka harus mempertimbangkan anggaran, sementara di sisi lain aspirasi masyarakat terus bergulir.
Kebijakan Publik: Kontroversi Taman Raflesia mencerminkan dinamika kebijakan publik di Ciamis yang seringkali harus mempertimbangkan berbagai kepentingan di Kabupaten Ciamis.
Sejarah Kelam yang Jarang Diungkap
⚫ Peristiwa 12 November 1926
Peristiwa: Pemberontakan PKI terhadap pemerintahan kolonial
Target: Pemerintah kolonial dan Bupati R.A.A. Sastrawinata
Hasil: Pemberontakan gagal, tiga tokoh dieksekusi
Eksekusi: Egom, Dirdja, Hassan Bakri dihukum gantung 1927
Di balik wajah taman yang indah, Alun-alun Ciamis menyimpan sejarah kelam yang jarang terdengar. Pada 12 November 1926, lokasi ini menjadi titik penting pemberontakan yang dirancang oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintahan kolonial dan Bupati R.A.A. Sastrawinata. Meski rencana kudeta gagal, aksi tersebut meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah lokal.
Sebagai konsekuensinya, tiga tokoh PKI—Egom, Dirdja, dan Hassan Bakri—dihukum gantung di alun-alun ini pada 1927. Eksekusi itu dilakukan secara terbuka sebagai pesan keras kepada rakyat agar tidak menentang pemerintah kolonial. Hingga kini, tidak banyak penanda atau monumen yang mengingatkan generasi muda akan peristiwa tragis tersebut.
Revitalisasi Alun-alun Ciamis di Era Modern
🏗️ Transformasi 2023
Anggaran: Rp 11,59 miliar
Luas: 25.398 meter persegi (terbesar di Jawa Barat)
Fasilitas: Taman bermain, food court, trotoar disabilitas
Tujuan: Ruang interaksi sosial lintas generasi
Setelah puluhan tahun tanpa pembaruan signifikan, Alun-alun Ciamis mengalami revitalisasi besar-besaran pada tahun 2023. Pemerintah daerah mengucurkan dana sebesar Rp 11,59 miliar untuk mengubah kawasan ini menjadi ruang publik modern seluas 25.398 meter persegi—salah satu yang terbesar di Jawa Barat.
Kini, masyarakat dapat menikmati fasilitas yang lebih lengkap, mulai dari taman bermain anak, food court, trotoar ramah disabilitas, hingga area refleksi yang nyaman. Ruang ini pun tak hanya menjadi tempat bersantai, tetapi juga ruang interaksi sosial lintas generasi.
Pembangunan Ciamis: Revitalisasi alun-alun merupakan bagian dari program pembangunan infrastruktur publik di Ciamis untuk meningkatkan kualitas hidup warga Kabupaten Ciamis.
Refleksi Masa Depan Alun-alun Ciamis
Meski telah berubah rupa, Alun-alun Ciamis masih menghadapi pertanyaan besar tentang identitas yang ingin diwakilinya. Taman Raflesia mungkin sudah menjadi bagian dari lanskap kota, namun simbol itu belum sepenuhnya diterima secara filosofis. Banyak warga berharap agar ke depan ikon taman ini mencerminkan sejarah dan karakter Galuh yang lebih otentik.
Alun-alun Ciamis: Ruang Publik yang Terus Berkisah
Alun-alun Ciamis bukan sekadar taman kota, melainkan living museum yang terus bercerita tentang perjalanan panjang masyarakat Ciamis. Dari pasar tradisional, saksi sejarah kelam, hingga taman modern yang memicu perdebatan identitas—setiap lapisannya mengandung makna mendalam.
Ke depan, partisipasi generasi muda menjadi kunci dalam merumuskan identitas Alun-alun Ciamis yang otentik namun relevan dengan zaman. Ruang publik ini akan terus menjadi panggung tempat identitas masyarakat Ciamis diuji, dibentuk, dan diwariskan kepada generasi mendatang.
📍 Tag GEO & SEO Ciamis:
Lokasi: Alun-alun Ciamis, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat
Kata kunci: Taman Raflesia Ciamis, Alun-alun Ciamis 2023, sejarah alun-alun Ciamis, kontroversi taman Raflesia, revitalisasi alun-alun Ciamis, budaya Galuh Ciamis
Topik terkait: Sejarah dan budaya Ciamis, transformasi ruang publik Jawa Barat, warisan budaya kota, identitas kultural masyarakat Galuh
