Nanang Permana, Ketua DPRD Ciamis, menjelaskan polemik kekosongan jabatan Wakil Bupati Ciamis
Pada Selasa (14/10/2025), DPRD Ciamis menggelar pertemuan khusus di Gedung Pramuka bersama gabungan partai politik pengusung pasangan Herdiat Sunarya–Yana D. Putra (HY) dalam Pilkada 2024. Fokus pembahasan: bagaimana menyikapi kekosongan kursi wakil bupati setelah almarhum Yana D. Putra wafat dua hari sebelum pencoblosan.
"Ini bukan soal mengganti jabatan yang kosong, karena sejak awal memang tidak ada wakil bupati. Calon wakilnya meninggal sebelum dilantik,"
Kebuntuan di Ranah Hukum
Nanang mengungkapkan, ada 16 partai politik pengusung yang hadir dalam forum tersebut. Semuanya sepakat bahwa kebingungan publik perlu dijawab secara terbuka. Namun, setelah ditelusuri, tidak ada regulasi yang secara eksplisit mengatur kasus semacam ini.
Menurutnya, Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 hanya mengatur pergantian wakil kepala daerah yang sudah dilantik dan kemudian berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
"Sedangkan almarhum Yana meninggal sebelum pemilihan dan tidak pernah dilantik, jadi secara hukum belum bisa disebut sebagai wakil bupati," tutur Nanang.
Kasus Pertama di Indonesia
Situasi ini disebut baru pertama kali terjadi di Indonesia. Karena itu, pemerintah daerah dan DPRD Ciamis disebut berada dalam ruang kosong hukum.
DPRD telah dua kali berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencari solusi. Namun hingga kini, belum ada jawaban resmi mengenai mekanisme pengisian jabatan tersebut.
"Bukan DPRD tidak bekerja, bukan pula partai pengusung tidak berkehendak. Masalahnya, aturan mana yang harus kita pakai? Itu yang masih kita tunggu dari Kemendagri,"
Perbandingan dengan Kasus Sebelumnya
Kasus Yana D. Putra (2024)
Status: Calon wakil bupati
Kondisi: Meninggal sebelum pemilihan
Dasar Hukum: Tidak ada regulasi khusus
Status Jabatan: Belum pernah dilantik
Kasus Jeje Wiradinata
Status: Wakil bupati petahana
Kondisi: Mengundurkan diri
Dasar Hukum: Pasal 176 UU No. 10/2016
Status Jabatan: Sudah dilantik sah
Nanang mencontohkan, pengisian jabatan wakil bupati pernah dilakukan ketika Jeje Wiradinata mengundurkan diri dari jabatan wakil bupati beberapa tahun lalu, dan posisinya digantikan oleh Oih Burhanudin. Namun, konteksnya berbeda karena saat itu Jeje sudah dilantik secara sah sebagai wakil bupati sebelum mundur.
"Kalau saat Pak Jeje, proses penggantiannya cepat karena sudah ada dasar hukumnya. Tapi kalau almarhum Yana, belum sempat dilantik. Jadi aturannya berbeda,"
Latar Belakang Kekosongan Jabatan
Faktor Penyebab Kekosongan Jabatan
- Meninggalnya Calon Wakil Bupati: Yana D. Putra wafat dua hari sebelum hari pencoblosan Pilkada 2024, sehingga tidak pernah dilantik.
- Kekosongan Regulasi: UU Pilkada tidak mengatur mekanisme jika calon wakil bupati meninggal sebelum pemilihan.
- Langkah DPRD & Pemkab: DPRD dan Pemkab telah dua kali berkonsultasi ke Kemendagri, namun belum mendapat jawaban.
- Sikap Politik: Partai pengusung tetap solid, menunggu aturan resmi sebelum mengambil keputusan.
Menunggu Kepastian dari Kemendagri
Dalam kesimpulan rapat, seluruh partai pengusung sepakat untuk tidak melakukan langkah pengisian jabatan sebelum ada kepastian hukum yang jelas.
"Semua pihak sepakat menunggu jawaban resmi dari Kemendagri. Kita tidak bisa bertindak tanpa dasar hukum," pungkas Nanang.
Analisis Dampak dan Implikasi
Implikasi Hukum dan Politik
- Preseden Hukum Baru: Kasus Ciamis menjadi preseden hukum baru di Indonesia, karena memperlihatkan celah dalam regulasi Pilkada.
- Kekosongan Hukum: Kursi Wakil Bupati Ciamis masih kosong bukan karena kelalaian politik, tetapi karena kekosongan hukum.
- Tantangan Pemerintah Pusat: Situasi ini menimbulkan tantangan bagi pemerintah pusat untuk menyempurnakan regulasi.
- Menunggu Arahan Resmi: DPRD dan Pemkab kini hanya bisa menunggu arahan resmi dari Kemendagri.
Urgensi Penyempurnaan Regulasi
Kursi Wakil Bupati Ciamis masih kosong bukan karena kelalaian politik, tetapi karena kekosongan hukum. DPRD dan Pemkab kini hanya bisa menunggu arahan resmi dari Kemendagri, sambil berharap kejelasan segera hadir agar roda pemerintahan berjalan lebih optimal.
Kasus Ciamis menjadi preseden hukum baru di Indonesia, karena memperlihatkan celah dalam regulasi Pilkada yang belum mengantisipasi kondisi "calon wakil meninggal sebelum pemilihan". Situasi ini menimbulkan tantangan bagi pemerintah pusat untuk menyempurnakan regulasi agar kejadian serupa tidak menimbulkan kekosongan jabatan di daerah lain.
